Alasan Beda Sikap Korea dan Indonesia dalam Isu Israel-Gaza

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia dan Korea Selatan punya hubungan diplomatik erat yang sudah terjalin selama 50 tahun. Kedua negara Asia tersebut juga sama-sama masuk dalam kategori middle power, yaitu negara yang punya kekuatan menengah, bukan superpower seperti Amerika Serikat tapi bukan juga negara lemah yang tidak punya posisi tawar.

Meski sama-sama negara middle power, Indonesia dan Korea Selatan punya posisi berbeda dalam melihat konflik Palestina-Israel.

Indonesia, yang tak mengakui Israel sebagai sebuah negara, sejak lama vokal mendukung kemerdekaan Palestina. Sementara Korea Selatan, yang bersekutu dengan Amerika Serikat, mengambil posisi netral.

Asisten profesor di Department for Cross-Cultural and Regional Studies, University of Copenhagen, Dr. Jin Sangpil, menyebut bahwa Korea Selatan sebenarnya ada di posisi yang sulit. Ini karena Seoul, di satu sisi harus menjaga hubungan dengan Israel, namun di sisi yang lain mereka juga bergantung kepada minyak dan gas dari negara-negara Timur Tengah.

Berada di posisi yang sulit, sambung Sangpil, Pemerintah Korea sadar bahwa mereka harus berhati-hati mengambil sikap di isu yang sensitif tersebut.

“Jika, katakanlah, Korea Selatan terang-terangan memihak Amerika atau Israel, maka Timur Tengah akan memiliki persepsi yang negatif terhadap Korea. Inilah kenapa Korea tidak terlalu vokal dalam isu Palestina,” kata Sangpil, saat menjadi pembicara dalam workshop bertajuk “Indonesia and Korea Middlepower-ship in a Changing World” yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation, pada Jumat (8/12/2023).

Berbicara dalam kesempatan yang sama, Dosen Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra mengatakan bahwa negara-negara middle power, meski punya kesamaan, tidak harus mengambil posisi yang sama dalam sebuah isu.

“Yang penting adalah tergantung kepentingan nasional masing-masing negara.”

Dia menyebut, aspek penting dalam middle power adalah forum-forum multilateral yang menjadi strategi bagi negara-negara untuk menyatukan kekuatan dan mendorong perubahan agar mendatangkan manfaat untuk mereka.

Sebagai informasi, Indonesia, meski tak punya hubungan diplomatik dengan Israel, tetap memiliki hubungan dagang dengan Negeri Yahudi tersebut. Sejak perang pecah, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia terhadap barang dari Israel mengalami penurunan sebesar 38,23% secara bulanan pada November 2023 menjadi US$1,56 juta atau setara dengan Rp 24,20 miliar (Rp 15.515/US$1). Kemudian, volume impor juga menurun sebesar 48,73% secara bulanan.

Berdasarkan data dari BPS, penyumbang terbesar nilai impor yakni perkakas, perangkat potong (HS 82) sebesar US$463 ribu. Serta, mesin-mesin dan pesawat mekanik (HS 84) sebesar US$346 ribu. https://trukgandeng.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*